20 Agu 2015

Perayaan Maulid Nabi dan Kontroversi Ma'na Bid’ah

Peryataan bahwa perayaan maulid Nabi adalah amalan bid'ah adalah
peryataan sangat tidak tepat, karena bid'ah adalah sesuatu yang baru
atau diada-adakan dalam Islam yang tidak ada landasan sama sekali dari
dari Al-Qur'an dan as-Sunah. Adapun maulid walaupun suatu yang baru
di dalam Islam akan tetapi memiliki landasan dari Al-Qur'an dan
as-Sunah.


Pada maulid Nabi di dalamya banyak sekali nilai ketaatan, seperti:
sikap syukur, membaca dan mendengarkan bacaan Al-Quran, bersodaqoh,
mendengarkan mauidhoh hasanah atau menuntut ilmu, mendengarkan kembali
sejarah dan keteladanan Nabi, dan membaca sholawat yang kesemuanya
telah dimaklumi bersama bahwa hal tersebut sangat dianjurkan oleh
agama dan ada dalilnya di dalam Al-Qur'an dan as-Sunah.


Pengukhususan Waktu
Ada yang menyatakan bahwa menjadikan maulid dikatakan bid'ah adalah
adanya pengkhususan (takhsis) dalam pelakanaan di dalam waktu
tertentu, yaitu bulan Rabiul Awal yang hal itu tidak dikhususkan oleh
syariat. Pernyataan ini sebenarnaya perlu di tinjau kembali, karena
takhsis yang dilarang di dalam Islam ialah takhsis dengan cara
meyakini atau menetapkan hukum suatu amal bahwa amal tersebut tidak
boleh diamalkan kecuali hari-hari khusus dan pengkhususan tersebut
tidak ada landasan dari syar'i sendiri (Dr Alawy bin Shihab, Intabih
Dinuka fi Khotir: hal.27).
Hal ini berbeda dengan penempatan waktu perayaan maulid Nabi pada
bulan Rabiul Awal, karena orang yang melaksanakan maulid Nabi sama
sekali tidak meyakini, apalagi menetapkan hukum bahwa maulid Nabi
tidak boleh dilakukan kecuali bulan Robiul Awal, maulid Nabi bisa
diadakan kapan saja, dengan bentuk acara yang berbeda selama ada nilai
ketaatan dan tidak bercampur dengan maksiat.


Pengkhususan waktu maulid disini bukan kategori takhsis yang di larang
syar'i tersebut, akan tetapi masuk kategori tartib (penertiban).


Pengkhususan waktu tertentu dalam beramal sholihah adalah
diperbolehkan, Nabi Muhammad sendiri mengkhusukan hari tertentu untuk
beribadah dan berziaroh ke masjid kuba, seperti diriwatkan Ibnu Umar
bahwa Nabi Muhammad mendatangi masjid Kuba setiap hari Sabtu dengan
jalan kaki atau dengan kendaraan dan sholat sholat dua rekaat di sana
(HR Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar mengomentari hadis ini mengatakan:
"Bahwa hadis ini disertai banyaknya riwayatnya menunjukan
diperbolehkan mengkhusukan sebagian hari-hari tertentu dengan
amal-amal salihah dan dilakukan terus-menerus".(Fathul Bari3: hal. 84)


Imam Nawawi juga berkata senada di dalam kitab Syarah Sahih Muslim.
Para sahabat Anshor juga menghususkan waktu tertentu untuk berkumpul
untuk bersama-sama mengingat nikmat Allah, ( yaitu datangnya Nabi SAW)
pada hari Jumat atau mereka menyebutnya Yaumul 'Urubah dan direstui
Nabi.


Jadi dapat difahami, bahwa pengkhususan dalam jadwal Maulid, Isro'
Mi'roj dan yang lainya hanyalah untuk penertiban acara-acara dengan
memanfaatkan momen yang sesuai, tanpa ada keyakinan apapun, hal ini
seperti halnya penertiban atau pengkhususan waktu sekolah, penghususan
kelas dan tingkatan sekolah yang kesemuanya tidak pernah dikhususkan
oleh syariat, tapi hal ini diperbolehkan untuk ketertiban, dan umumnya
tabiat manusia apabila kegiatan tidak terjadwal maka kegiatan tersebut
akan mudah diremehkan dan akhirnya dilupakan atau ditinggalkan.


Acara maulid di luar bulan Rabiul Awal sebenarnya telah ada dari
dahulu, seperti acara pembacaan kitab Dibagh wal Barjanji atau
kitab-kitab yang berisi sholawat-sholawat yang lain yang diadakan satu
minggu sekali di desa-desa dan pesantren, hal itu sebenarnya adalah
kategori maulid, walaupun di Indonesia masyarakat tidak menyebutnya
dengan maulid, dan jika kita berkeliling di negara-negara Islam maka
kita akan menemukan bentuk acara dan waktu yang berbeda-beda dalam
acara maulid Nabi, karena ekpresi syukur tidak hanya dalam satu waktu
tapi harus terus menerus dan dapat berganti-ganti cara, selama ada
nilai ketaatan dan tidak dengan jalan maksiat.
Semisal di Yaman, maulid diadakan setiap malam jumat yang berisi
bacaan sholawat-sholawat Nabi dan ceramah agama dari para ulama untuk
selalu meneladani Nabi.


Penjadwalan maulid di bulan Rabiul Awal hanyalah murni budaya manusia,
tidak ada kaitanya dengan syariat dan barang siapa yang meyakini bahwa
acara maulid tidak boleh diadakan oleh syariat selain bulan Rabiul
Awal maka kami sepakat keyakinan ini adalah bid'ah dholalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar